Senin, 22 Februari 2010

SOCRATES DAN PENGETAHUANNYA!

Di yunani kuno, Socrates terkenal memiliki pengetahuan yang tinggi dan sangat terhormat. Suatu hari seorang kenalannya bertemu dengan filsuf besar itu dan berkata, “ Tahukah Anda apa yang saya dengar tentang teman Anda?”

“Tungggu beberapa menit,” Socrates menjawab. “Sebelum Anda menceritakan apapun pada saya, saya akan memberikan suatu test sederhana. Ini disebut Triple Filter Test.”

“Triple Filter?”

“Benar,” kata Socrates. “Sebelum kita bicara tentang teman saya, saya kira bagus kalau kita mengambil waktu beberapa saat dan menyaring apa yang akan Anda katakan. Itulah sebabnya saya menyebutnya triple filter test.”

Filter pertama adalah KEBENARAN. “Apakah Anda yakin sepenuhnya bahwa yang akan Anda katakan pada saya benar?”

“Tidak,” jawab orang itu, “sebenarnya saya hanya mendengar tentang itu."

“Baik,” kata Socrates. “ jadi Anda tidak yakin bila itu benar. Baiklah sekarang saya berikan filter yang kedua, filter KEBAIKAN. Apakah yang akan Anda katakan tentang teman saya itu sesuatu yang baik?”

“Tidak, malah sebaliknya …”

“Jadi,” Socrates melanjutkan, “Anda akan berbicara tentang sesuatu yang buruk tentang dia, tetapi Anda tidak yakin apakah itu benar. Anda masih memiliki satu kesempatan lagi karena masih ada satu filter lagi, yaitu filter KEGUNAAN. Apakah yang akan Anda katakan pada saya tentang teman saya itu berguna bagi saya?”

“Tidak, sama sekali tidak.”

“Jadi,” Socrates menyimpulkan, “ bila Anda ingin mengatakan sesuatu yang belum tentu benar, buruk dan bahkan tak berguna, mengapa Anda harus mengatakannya pada saya?”

Itulah mengapa Socrates adalah filsuf besar dan sangat terhormat. Kawan-kawan, gunakan triple filter test setiap kali Anda mendengar sesuatu tentang kawan dekat atau kawan yang Anda kasihi.

TUHAN YESUS, INI OWE, A CONG

Ini sebuah kisah nyata yang menarik dan menyentuh. Ada seorang laki2 paruh baya, umur 50 tahunan. Ia dipanggil A Cong (Ah Chong, ejaan inggrisnya). Miskin, tetapi jujur dan tekun. Kejujuran dan ketekunan itu
mendapat perhatian seorang pemilik toko material di daerah Glodok, Pinangsia, Jakarta . A Cong diangkat
menjadi CEO (chief exec.officer) atau penanggung jawab penuh toko tersebut. Usaha material itu meraup sukses luar biasa.

Sedemikian sibuknya A Cong di toko itu melayani pembeli, sampai ia tak sempat makan dengan teratur. Bahkan tidak jarang ia makan sambil tetap melayani. Tetapi, di tengah kesibukannya, setiap jam 12 siang ia menyempatkan diri berlari ke sebuah gereja di dekat situ. Dan itu ia lakukan tiap hari, sudah lebih dari tiga setengah tahun.

Sampai pada suatu hari kecurigaan seorang pastor memuncak .. ! Ia telah memperhatikan dan mengamati fenomena aneh ini di gerejanya. A Cong datang dipintu gereja, hanya berdiri saja, membuat tanda salib, lalu segera pergi lagi.

Ritual itu setia dilakukan A Cong, tiap-tiap hari, itu-itu saja. Adakah udang dibalik batu??? Jangan2 ..... Romo yang penasaran itu mencari kesempatan menghadang si A Cong, dan bertanya tanpa basa-basi lagi : Maaf, Cek (panggilan menghormat bagi laki2 Tionghoa), kenapa Encek saben hari datang jam 12
begini, cuman berdiri aja di pintu, bikin tanda salib, terus cepet2 pergi?" Kaget, si A Cong menjawab tersipu: "Hah?!... Lomo, owe ini olang sibuk, owe punya waktu seliki, tapi owe seneng dateng kemali."
Jelas, Romo belum puas dan terus mendesak: Emangnya apa yang Encek lakukan di pintu gereja gitu?"
Jawab A Cong dengan polos: "Ngga ada apa2. Benel Owe cuman bilang ini doang: Tuhan Yesus, ini owe, A Cong.Uuudah ." Terbengong, hanya "Oh....!" yang bisa dilontarkan sang Romo. Dan A Cong pun bergegas kembali ke tokonya.

Pada suatu hari A Cong sakit parah karena super sibuk dan makan sekenanya, tidak teratur. Komplikasi penyakitnya cukup berat sehingga ia dilarikan ke rumah sakit. A Cong bukan orang kaya, maka ia menempati kamar kelas 3, satu kamar dihuni 8 orang pasien. Sejak masuknya A Cong, kamar itu menjadi ceria, penuh canda tawa.Tak terasa 3 bulan sudah A Cong dirawat. Ia pun sembuh dan diperbolehkan pulang.

Ia gembira, tentunya, tetapi teman2 sekamarnya bersedih. Selama dirawat itu, semua sesama pasien dihiburnya. A Cong setiap pagi menghampiri teman-teman pasiennya, satu per satu, dan menanyakan keadaan masing2. Sayang, sekarang A Cong harus pulang dan kamar itu akan kembali sunyi.

Akhirnya salah seorang sesama pasien mencoba bertanya: "Eh Cek A Cong, mau nanya nih. Kenapa sih Encek begitu gembira, dan selalu gembira, padahal penyakit Encek ' kan serius?" Acong tercenung dan menjawab " saben ali yam lua welas, yah, ada olang laki lambut gondlong dateng, megang kaki saya, dia bilang: A Cong, ini aku, Yesus Kristus. Gimana owe nggak seneng, coba..."

Minggu, 21 Februari 2010

Apa yang dapat menyucikan dosaku? Tidak ada satupun kecuali DARAH YESUS!"

Pada suatu malam di gereja, seorang wanita muda merasakan panggilan Tuhan pada hatinya. Ia meresponnya dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamatnya. Wanita muda itu pernah mempunyai masa lalu yang sulit, terlibat dalam alkohol, obat-obatan, dan tindakan asusila. Tetapi, perubahan dalam dirinya sangat nyata.

Sejalan dengan waktu, ia menjadi anggota gereja yang setia. Setahap demi setahap ia terlibat dalam pelayanan, mengajar anak-anak muda. Tak seberapa lama kemudian, wanita muda ini tertarik dengan anak lak-laki pendeta. Hubungan bertumbuh dan mereka mulai merencanakan pernikahan, dan di sinilah persoalan timbul.

Kamu tahu, hampir separuh anggota gereja berpikir bahwa seorang wanita muda dengan masa lalu demikian tidak cocok dengan anak laki-laki pendeta. Gereja mulai berselisih pendapat dan bertengkar tentang masalah ini. Kemudian, mereka memutuskan untuk mengadakan sebuah pertemuan. Pertemuan itu pun tidak dapat dikendalikan karena masing-masing berargumentasi dan ketegangan pun memuncak.

Wanita muda ini menjadi sangat terguncang karena masa lalunya dikorek-korek. Anak laki-laki pendeta itu tidak dapat menahan derita yang dialami calon istrinya. Ketika ia mulai menangis, anak laki-laki pendeta itu berdiri dan berbicara.

"Aku menantang tiap-tiap kamu semua untuk benar-benar berpikir apa yang terjadi malam ini. Bukan masa lalu tunanganku yang sedang diuji coba di sini. Yang sebenarnya kalian pertanyakan adalah kemampuan darah Yesus untuk menyucikan dosa. Hari ini kalian sudah meragukan dan menguji coba darah Yesus. Jadi, apa keputusan kalian? Apakah darah Yesus dapat menyucikan dosa? ... atau tidak?"

Air mata mengucur dari mata tiap orang Kristen di auditorium itu. Semua menangis ketika menyadari bahwa mereka sudah menghina darah Yesus Kristus.

Terlalu sering, bahkan para umat Kristen, kita mengorek masa lalu dan menggunakannya sebagai senjata untuk melawan saudara-saudara kita, atau bahkan melawan diri kita sendiri. Pengampunan adalah bagian dasar dari injil Yesus Kristus. Jika darah Yesus tidak dapat membersihkan jiwa tiap orang, maka kita akan mengalami kesulitan yang besar.

Puji-pujian mazmur berkata," Apa yang dapat menyucikan dosaku? Tidak ada satupun kecuali DARAH YESUS!" (Anonim)

Goresan Mobil

Tersebutlah seorang pengusaha muda dan kaya. Ia baru saja membeli mobil mewah, sebuah Jaguar yang mengkilap. Kini, sang pengusaha, sedang menikmati perjalanannya dengan mobil baru itu. Dengan kecepatan penuh dipacunya kendaraan itu mengelilingi jalanan tetangga sekitar dengan penuh rasa bangga dan prestise.

Di pinggir jalan, tampak beberapa anak yang sedang bermain sambil melempar sesuatu. Namun, karena berjalan terlalu kencang, tak terlalu diperhatikannya anak-anak itu. Tiba-tiba, dia melihat seseorang anak kecil yang melintas dari arah mobil-mobil yang di parkir di jalan. Tapi, bukan anak-anak yang tampak melintas sebelumnya.

"Buk....!" Aah..., ternyata, ada sebuah batu seukuran kepalan tangan yang menimpa Jaguar itu yang dilemparkan si anak itu. Sisi pintu mobil itupun koyak, tergores batu yang dilontarkan seseorang.

"Cittt...." ditekannya rem mobil kuat-kuat. Dengan geram, dimundurkannya mobil itu menuju tempat arah batu itu di lemparkan. Jaguar yang tergores, bukanlah perkara sepele. Apalagi, kecelakaan itu dilakukan oleh orang lain, begitu pikir sang pengusaha dalam hati.

Amarahnya memuncak. Dia pun keluar mobil dengan tergesa-gesa. Di tariknya anak yang dia tahu telah melempar batu ke mobilnya, dan di pojokkannya anak itu pada sebuah mobil yang diparkir.

"Apa yang telah kau lakukan!? Lihat perbuatanmu pada mobil kesayanganku!!"

Lihat goresan itu", teriaknya sambil menunjuk goresan di sisi pintu.

"Kamu tentu paham, mobil baru jaguarku ini akan butuh banyak ongkos di bengkel untuk memperbaikinya." Ujarnya lagi dengan kesal dan geram, tampak ingin memukul anak itu.

Si anak tampak menggigil ketakutan dan pucat, dan berusaha meminta maaf.

"Maaf Pak, Maaf. Saya benar-benar minta maaf. Sebab, saya tidak tahu lagi harus melakukan apa."

Air mukanya tampak ngeri, dan tangannya bermohon ampun.

"Maaf Pak, aku melemparkan batu itu, karena tak ada seorang pun yang mau berhenti...."

Dengan air mata yang mulai berjatuhan di pipi dan leher, anak tadi menunjuk ke suatu arah, di dekat mobil-mobil parkir tadi.

"Itu disana ada kakakku yang lumpuh. Dia tergelincir, dan terjatuh dari kursi roda. Saya tak kuat mengangkatnya, dia terlalu berat, tapi tak seorang pun yang mau menolongku. Badannya tak mampu kupapah, dan sekarang dia sedang kesakitan..."

Kini, ia mulai terisak.

Dipandanginya pengusaha tadi. Matanya berharap pada wajah yang mulai tercenung itu.

"Maukah Bapak membantuku mengangkatnya ke kursi roda? Tolonglah, kakakku terluka, tapi saya tak sanggup mengangkatnya"

Tak mampu berkata-kata lagi, pengusaha muda itu terdiam. Amarahnya mulai sedikit reda setelah dia melihat seorang lelaki yang tergeletak yang sedang mengerang kesakitan. Kerongkongannya tercekat. Ia hanya mampu menelan ludah. Segera dia berjalan menuju lelaki tersebut, di angkatnya si cacat itu menuju kursi rodanya. Kemudian, diambilnya sapu tangan mahal miliknya, untuk mengusap luka di lutut yang memar dan tergores, seperti sisi pintu Jaguar kesayangannya. Setelah beberapa saat, kedua anak itu pun berterima kasih, dan mengatakan bahwa mereka akan baik-baik saja.

"Terima kasih, dan semoga Tuhan akan membalas perbuatan Bapak."

Keduanya berjalan beriringan, meninggalkan pengusaha yang masih nanar menatap kepergian mereka. Matanya terus mengikuti langkah sang anak yang mendorong kursi roda itu, melintasi sisi jalan menuju rumah mereka.

Berbalik arah, pengusaha tadi berjalan sangat perlahan menuju Jaguar miliknya. Ditelusurinya pintu Jaguar barunya yang telah tergores itu oleh lemparan batu tersebut, sambil merenungkan kejadian yang baru saja dilewatinya. Kerusakan yang dialaminya bisa jadi bukanlah hal sepele, tapi pengalaman tadi menghentakkan perasaannya. Akhirnya ia memilih untuk tak menghapus goresan itu. Ia memilih untuk membiarkan goresan itu, agar tetap mengingatkannya pada hikmah ini.

Ia menginginkan agar pesan itu tetap nyata terlihat: "Janganlah melaju dalam hidupmu terlalu cepat, karena, seseorang akan melemparkan batu untuk menarik perhatianmu."

Teman, sama halnya dengan kendaraan, hidup kita akan selalu berputar, dan dipacu untuk tetap berjalan. Di setiap sisinya, hidup itu juga akan melintasi berbagai macam hal dan kenyataan. Namun, adakah kita memacu hidup kita dengan cepat, sehingga tak pernah ada masa buat kita untuk menyelaraskannya untuk melihat sekitar?

Tuhan, akan selalu berbisik dalam jiwa, dan berkata lewat kalbu kita. Kadang, kita memang tak punya waktu untuk mendengar, menyimak, dan menyadari setiap ujaran-Nya. Kita kadang memang terlalu sibuk dengan bermacam urusan, memacu hidup dengan penuh nafsu, hingga terlupa pada banyak hal yang melintas.

Teman, kadang memang, ada yang akan "melemparkan batu" buat kita agar kita mau dan bisa berhenti sejenak. Semuanya terserah pada kita. Mendengar bisikan-bisikan dan kata-kata-Nya, atau menunggu ada yang melemparkan batu-batu itu buat kita.

Mercusuar dan Kapten yang Keras Kepala

Ada sebuah kisah lama tentang seorang kapten sebuah kapal yang sedang berlayar dalam malam yang gelap dan kelam. Kapten tersebut tiba-tiba memperhatikan sebuah sinar trang langsung didepannya, dan ia tahu bahwa kapalnya sedang ada dalam jalur tabrakan dengan terang itu. Ia bergegas ke radio dan mengirimkan suatu pesan darurat, dengan menuntut kapal tersebut untuk merubah jalurnya sepuluh derajat ke timur.

Beberapa detik kemudian, ia menerima sebuah pesan jawaban. Pesan itu berkata, “Tidak dapat melakukannya. Ubahlah jalur Anda sepuluh derajat ke barat.”

Kapten itu menjadi marah. Ia mengirimkan pesan tidak jelas lainnya. “Aku adalah seorang kapten angkatan laut. Aku menuntutmu mengubah jalurmu.”

Ia menerima pesan kembali beberapa detik kemudian. Pesan itu berbunyi, “Aku adalah kelasi kelas dua. Tidak dapat melakukannya. Ubahlah jalur Anda.”

Kapten itu sekarang sangat marah. Ia mengirimkan sebuah pesan terakhir. Bunyinya, “Aku adalah sebuah kapal perang, dan aku tidak mau mengubah jalurku!”

Ia mendapat pesan pendek sebagai jawaban. Bunyinya, “Aku adalah sebuah mercusuar. Itu pilihan Anda, pak.

Sering kali, kita seperti kapten angkatan laut itu, kita dapat keras hati dan keras kepala. Kita dapat memikirkan semua alasan mengapa kita tidak akan berubah : Mereka sangat menyakitiku, Mereka terlalu bersalah kepadaku, Aku tidak mau mengampuni.

Alkitab merupakan mercusuar pribadi Anda, yang menyinarkan kebenaran dalam kehidupan Anda, dengan mengatakan bahwa Anda harus merubah jalur Anda. Pengampunan adalah sebuah pilihan, tetapi itu buka pilihan lain. Yesus menyatakan dengan cara ini: “Jika engkau tidak mengampuni orang-orang lain, Bapamu di sorga tidak akan mengampunimu.”

Bila Anda memelihara sikap tidak mau mengampuni Anda sedang menuju masalah. Anda ada pada jalan yang menghancurkan. Dan Tuhan sedang memerintahkan untuk mengubah jalur Anda.

Senin, 15 Februari 2010

THE PASSION Of JESUS CHRIST OF JIM CAVIEZEL

Jim Caviezel adalah aktor Hollywood yang memerankan Tuhan Yesus dalam
Film "The Passion Of Jesus Christ".

Jim caviezel adalah seorang aktor biasa dengan peran2 kecil dalam film2 yang juga tidak besar. Peran terbaik yang pernah dimilikinya (sebelum the passion) adalah sebuah film perang yang berjudul " the thin red line".
Itupun hanya salah satu peran dari begitu banyak aktor besar yang berperan dalam film
kolosal itu.

Dalam Thin Red Line, Jim berperan sebagai prajurit yang berkorban demi
menolong teman-temannya yang terluka dan terkepung musuh, ia berlari
memancing musuh kearah yang lain walaupun ia tahu ia akan mati, dan
akhirnya musuh pun mengepung dan membunuhnya.

Kharisma kebaikan, keramahan, dan rela berkorbannya ini menarik
perhatian Mel Gibson, yang sedang mencari aktor yang tepat untuk
memerankan konsep film yang sudah lama disimpannya, menunggu orang yang
tepat untuk memerankannya.

"Saya terkejut suatu hari dikirimkan naskah sebagai peran utama dalam
sebuah film besar. Belum pernah saya bermain dalam film besar apalagi
sebagai peran utama. Tapi yang membuat saya lebih terkejut lagi adalah
ketika tahu peran yang harus saya mainkan. Ayolah?, Dia ini Tuhan,
siapa yang bisa mengetahui apa yang ada dalam pikiran Tuhan dan
memerankannya? Mereka pasti bercanda.

Besok paginya saya mendapat sebuah telepon, "Hallo ini, Mel". Kata
suara dari telpon tersebut. "Mel siapa?", Tanya saya bingung. Saya tidak
menyangka
kalau itu Mel Gibson, salah satu actor dan sutradara Hollywood yang
terbesar. Mel kemudian meminta kami bertemu, dan saya menyanggupinya.

Saat kami bertemu, Mel kemudian menjelaskan panjang lebar tentang film
yang akan dibuatnya. Film tentang
Tuhan Yesus yang berbeda dari film2
lain yang pernah dibuat tentang Dia. Mel juga menyatakan bahwa akan sangat
sulit dalam memerankan film ini, salah satunya saya harus belajar bahasa dan dialek
alamik, bahasa yang digunakan pada masa itu.

Dan Mel kemudian menatap tajam saya, dan mengatakan sebuah resiko
terbesar
yang mungkin akan saya hadapi. Katanya bila saya memerankan film ini,
mungkin akan menjadi akhir dari karir saya sebagai actor di Hollywood.
Sebagai manusia biasa saya menjadi gentar dengan resiko tersebut.
Memang biasanya aktor pemeran Yesus di Hollywood, tidak akan dipakai lagi
dalam film-film lain. Ditambah kemungkinan film ini akan dibenci oleh
sekelompok
orang Yahudi yang berpengaruh besar dalam bisnis pertunjukan di
Hollywood. Sehingga habislah seluruh karir saya dalam dunia perfilman.

Dalam kesenyapan menanti keputusan saya apakah jadi bermain dalam film
itu, saya katakan
padanya. "Mel apakah engkau memilihku karena inisial
namaku juga sama dengan Jesus Christ (Jim Caviezel), dan umurku sekarang
33 tahun, sama dengan umur Yesus Kristus saat Ia disalibkan?"

Mel menggeleng setengah terperengah, terkejut, menurutnya ini menjadi
agak menakutkan. Dia tidak tahu akan hal itu, ataupun terluput dari
perhatiannya. Dia memilih saya murni karena peran saya di "Thin Red
Line". Baiklah Mel, aku rasa itu bukan sebuah kebetulan, ini tanda
panggilanku,
semua orang harus memikul salibnya. Bila ia tidak mau memikulnya maka
ia akan hancur tertindih salib itu. Aku tanggung resikonya, mari kita
buat film ini!

Maka saya pun ikut terjun dalam proyek film tersebut. Dalam persiapan
karakter selama berbulan-bulan saya terus bertanya-tanya, dapatkah saya
melakukannya? Keraguan meliputi saya sepanjang waktu. Apa yang seorang
Anak Tuhan pikirkan, rasakan, dan lakukan.
Pertanyaan-pertanya an
tersebut membingungkan saya, karena begitu banya referensi mengenai Dia dari sudut
pandang berbeda-beda.

Akhirnya hanya satu yang bisa saya lakukan, seperti yang Yesus banyak
lakukan yaitu lebih banyak berdoa. Memohon tuntunanNya melakukan semua
ini. Karena siapalah saya ini memerankan Dia yang begitu besar. Masa lalu
saya
bukan seorang yang dalam hubungan denganNya. Saya memang lahir dari
keluarga Katolik yang taat, kebiasaan-kebiasaan baik dalam keluarga
memang terus mengikuti dan menjadi dasar yang baik dalam diri saya.
Saya hanyalah seorang pemuda yang bermain bola basket dalam liga SMA
dan
kampus, yang bermimpi menjadi seorang pemain NBA yang besar. Namun
cedera engkel menghentikan karir saya sebagai atlit bola basket. Saya
sempat kecewa pada Tuhan, karena cedera itu, seperti hancur seluruh
hidup saya.

Saya kemudian mencoba peruntungan dalam casting-casting, sebuah
peran
sangat kecil membawa saya pada sebuah harapan bahwa seni peran munkin
menjadi jalan hidup saya. Kemudian saya mendalami seni peran dengan masuk
dalam akademi seni peran, sambil sehari-hari saya terus mengejar casting.
Dan kini saya telah berada dipuncak peran saya. Benar Tuhan, Engkau
yang
telah merencanakan semuanya, dan membawaku sampai disini. Engkau yang
mengalihkanku dari karir di bola basket, menuntunku menjadi aktor, dan
membuatku sampai pada titik ini. Karena Engkau yang telah memilihku,
maka apapun yang akan terjadi, terjadilah sesuai kehendakMu.

Saya tidak membayangkan tantangan film ini jauh lebih sulit dari pada
bayangan
saya. Di make-up selama 8 jam setiap hari tanpa boleh bergerak dan
tetap berdiri, saya adalah orang satu-satunya di lokasi syuting yang
hampir
tidak pernah duduk. Sungguh tersiksa menyaksikan kru yang lain duduk-duduk santai
sambil minum kopi. Kostum kasar yang
sangat tidak nyaman, menyebabkan gatal-gatal sepanjang hari syuting membuat saya
sangat
tertekan.

Salib yang digunakan, diusahakan seasli mungkin seperti yang dipikul
oleh Yesus saat itu. Saat mereka meletakkan salib itu dipundak saya, saya
kaget dan berteriak kesakitan, mereka mengira itu akting yang sangat baik,
padahal saya sungguh-sungguh terkejut. Salib itu terlalu berat, tidak
mungkin orang biasa memikulnya, namun saya mencobanya dengan sekuat
tenaga.Yang terjadi kemudian setelah dicoba berjalan, bahu saya copot, dan
tubuh saya tertimpa salib yang sangat berat itu. Dan sayapun melolong
kesakitan,
minta pertolongan. Para kru mengira itu akting yang luar biasa, mereka
tidak tahu kalau saya dalam kecelakaan sebenarnya. Saat saya memulai
memaki, menyumpah dan hampir pingsan karena tidak tahan dengan
sakitnya, maka merekapun terkejut, sadar apa yang sesungguhnya terjadi dan segera
memberikan
saya perawatan medis.

Sungguh saya merasa seperti setan karena memaki dan menyumpah seperti
itu,
namun saya hanya manusia biasa yang tidak biasa menahannya. Saat dalam
pemulihan dan penyembuhan, Mel datang pada saya. Ia bertanya apakah
saya ingin melanjutkan film ini, ia berkata ia sangat mengerti kalau
saya
menolak untuk melanjutkan film itu.

Saya bekata pada Mel, saya tidak tahu kalau salib yang dipikul Tuhan
Yesus seberat dan semenyakitkan seperti itu. Tapi kalau Tuhan Yesus mau
memikul
salib itu bagi saya, maka saya akan sangat malu kalau tidak memikulnya
walau sebagian kecil saja. Mari kita teruskan film ini.
Maka mereka mengganti salib itu dengan ukuran yang lebih kecil dan
dengan bahan yang lebih ringan, agar bahu saya tidak terlepas lagi, dan
mengulang
seluruh adegan pemikulan salib itu. Jadi yang penonton lihat didalam
film itu merupakan salib yang lebih kecil dari aslinya.

Bagian
syuting selanjutnya adalah bagian yang mungkin paling mengerikan,
baik bagi penonton dan juga bagi saya, yaitu syuting penyambukan Yesus.
Saya gemetar menghadapi adegan itu, Karena cambuk yang digunakan itu
sungguhan. Sementara punggung saya hanya dilindungi papan setebal 3 cm.
Suatu waktu para pemeran prajurit Roma itu mencambuk dan mengenai
bagian sisi tubuh saya yang tidak terlindungi papan. Saya tersengat, berteriak
kesakitan, bergulingan ditanah sambil memaki orang yang mencambuk
saya..
Semua kru kaget dan segera mengerubungi saya untuk memberi pertolongan.
Tapi bagian paling sulit, bahkan hampir gagal dibuat yaitu pada bagian
penyaliban. Lokasi syuting di Italia sangat dingin, sedingin musim salju,
para kru dan figuran harus manggunakan mantel yang sangat tebal untuk
menahan dingin. Sementara saya harus telanjang dan tergantung diatas
kayu salib, diatas bukit yang tertinggi disitu. Angin dari
bukit itu bertiup
seperti ribuan pisau menghujam tubuh saya. Saya terkena hypothermia
(penyekit kedinginan yang biasa mematikan), seluruh tubuh saya lumpuh
tak bisa bergerak, mulut saya gemetar bergoncang tak terkendalikan. Mereka
harus menghentikan syuting, karena nyawa saya jadi taruhannya.
Semua tekanan, tantangan, kecelakaan dan penyakit membawa saya sungguh
depresi. Adegan-adegan tersebut telah membawa saya kepada batas
kemanusiaan saya. Dari adegan-keadegan lain semua kru hanya menonton
dan
menunggu saya sampai pada batas kemanusiaan saya, saat saya tidak mampu
lagi baru mereka menghentikan adegan itu. Ini semua membawa saya pada
batas-batas fisik dan jiwa saya sebagai manusia. Saya sungguh hampir
gila dan tidak tahan dengan semua itu, sehingga seringkali saya harus lari
jauh dari tempat syuting untuk berdoa. Hanya untuk berdoa, berseru pada
Tuhan kalau saya tidak mampu lagi, memohon Dia agar
memberi kekuatan bagi saya untuk melanjutkan semuanya ini. Saya tidak bisa, masih
tidak bisa
membayangkan bagaimana Yesus sendiri melalui semua itu, bagaimana
menderitanya Dia. Dia bukan sekedar mati, tetapi mengalami penderitaan
luar biasa yang panjang dan sangat menyakitkan, bagi fisik maupun
jiwaNya.

Dan peristiwa terakhir yang merupakan mujizat dalam pembuatan film itu
adalah saat saya ada diatas kayu salib. Saat itu tempat syuting mendung
gelap karena badai akan datang, kilat sambung menyambung diatas kami.
Tapi
Mel tidak menghentikan pengambilan gambar, karena memang cuaca saat itu
sedang ideal sama seperti yang seharusnya terjadi seperti yang
diceritakan. Saya ketakutan tergantung diatas kayu salib itu, disamping
kami ada dibukit yang tinggi, saya adalah objek yang paling tinggi, untuk
dapat dihantam oleh halilintar. Baru saja saya berpikir ingin segera turun
karena takut pada petir, sebuah
sakit yang luar biasa menghantam saya
beserta cahaya silau dan suara menggelegar sangat kencang. Dan sayapun
tidak sadarkan diri.

Yang saya tahu kemudian banyak orang yang memanggil-manggil meneriakkan
nama saya, saat saya membuka mata semua kru telah berkumpul disekeliling
saya, sambil berteriak-teriak "dia sadar! dia sadar!".
"Apa yang telah terjadi?" Tanya saya. Mereka bercerita bahwa sebuah
halilintar telah menghantam saya diatas salib itu, sehingga mereka
segera menurunkan saya dari situ. Tubuh saya menghitam karena hangus, dan
rambut saya berasap, berubah menjadi model Don King. Sungguh sebuah mujizat kalau
saya selamat dari peristiwa itu.

Melihat dan merenungkan semua itu seringkali saya bertanya, "Tuhan,
apakah Engkau menginginkan film ini dibuat? Mengapa semua kesulitan ini
terjadi, apakah Engkau menginginkan film ini untuk dihentikan"? Namun saya terus
berjalan, kita harus melakukan
apa yang harus kita lakukan. Selama itu
benar, kita harus terus melangkah. Semuanya itu adalah ujian terhadap
iman kita, agar kita tetap dekat padaNya, supaya iman kita tetap kuat dalam
ujian.
Orang-orang bertanya bagaimana perasaan saya saat ditempat syuting itu
memerankan Yesus. Oh? itu sangat luar biasa? mengagumkan? tidak dapat
saya ungkapkan dengan kata-kata. Selama syuting film itu ada sebuah hadirat
Tuhan yang kuat melingkupi kami semua, seakan-akan Tuhan sendiri berada
disitu, menjadi sutradara atau merasuki saya memerankan diriNya sendiri.
Itu adalah pengalaman yang tak terkatakan. Semua yang ikut terlibat
dalam film itu mengalami lawatan Tuhan dan perubahan dalam hidupnya, tidak
ada yang terkecuali. Pemeran salah satu prajurit Roma yang mencambuki saya
itu adalah seorang muslim, setelah adegan tersebut, ia menangis dan
menerima
Yesus sebagai Tuhannya. Adegan itu begitu menyentuhnya. Itu sungguh
luar biasa. Padahal awalnya mereka datang hanya karena untuk panggilan
profesi dan pekerjaan saja, demi uang. Namun pengalaman dalam film itu
mengubahkan kami semua, pengalaman yang tidak akan terlupakan.
Dan Tuhan sungguh baik, walaupun memang film itu menjadi kontroversi.
Tapi ternyata ramalan bahwa karir saya berhenti tidak terbukti. Berkat Tuhan
tetap mengalir dalam pekerjaan saya sebagai aktor. Walaupun saya harus
memilah-milah dan membatasi tawaran peran sejak saya memerankan film
ini.

Saya harap mereka yang menonton The Passion Of Jesus Christ, tidak
melihat
saya sebagai aktornya. Saya hanyalah manusia biasa yang bekerja sebagai
aktor, jangan kemudian melihat saya dalam sebuah film lain kemudian
mengaitkannya dengan peran saya dalam The Passion dan menjadi kecewa.
Tetap pandang hanya pada Yesus saja, dan jangan lihat yang lain. Sejak
banyak bergumul berdoa dalam film itu, berdoa
menjadi kebiasaan yang tak
terpisahkan dalam hidup saya. Film itu telah menyentuh dan mengubah
hidup saya, saya berharap juga hal yang sama terjadi pada hidup anda. .

Minggu, 14 Februari 2010

Makan Siang dengan Tuhan

Ada suatu kisah mengenai seorang pemuda kecil yang ingin bertemu dengan Tuhan. Ia tahu bahwa itu memerlukan sebuah perjalanan jauh untuk pergi ke tempat dimana Tuhan tinggal, jadi ia menyiapkan segala bawaannya yakni makanan kecil Twinkies dan sebuah enam pak rootbeer, dan ia memulai perjalanannya.

Ketika ia pergi sejauh kira-kira tiga blok, ia bertemu dengan seorang wanita tua. Ia hanya duduk di taman memandang burung-burung merpati. Pemuda kecil itu duduk di sampingnya dan membuka tas perlengkapannya. Ia ingin untuk meminum rootbeer-nya dan ia memperhatikan bahwa wanita tua itu terlihat kelaparan jadi ia menawarkan wanita tua itu Twinkies-nya. Ia dengan senang hati menerimanya dan tersenyum kepadanya. Senyumnya begitu cantik hingga pemuda kecil itu ingin melihatnya lagi, jadi ia menawarkan wanita tua itu sekaleng rootbeer. Sekali lagi, ia tersenyum kepadanya. Pemuda kecil itu senang sekali! Mereka duduk di situ sepanjang sore hanya makan dan tersenyum, tetapi mereka tak mengucapkan sepatah kata pun.

Lalu gelap pun mulai menyelimuti, pemuda kecil tu menyadari betapa lelahnya ia dan ia harus bangkit untuk pergi tetapi sebelum ia melangkah lebih jauh lagi; ia berputar kembali, berlari kepada sang wanita tua tadi, dan memberikan ia sebuah pelukan. Wanita tua itu memberikan senyum terbaiknya. Ketika pemuda kecil itu membuka pintu rumahnya, tak lama kemudian ibunya terkejut melihat kegembiraan yang teraut di wajah putranya. Ia bertanya kepadanya, “Apa yang kau lakukan pada hari ini hingga membuat kamu begitu gembira?” Ia menjawab, “Saya makan siang dengan Tuhan.” Tetapi sebelum ibunya sudah merespon, ia menambahkan, “Ibu tahu? Ia memiliki senyum tercantik yang pernah saya lihat!”

Di tempat yang lain, sang wanita tua, yang juga tersuntik oleh kegembiraan, kembali ke rumahnya. Putranya terkejut oleh tampak kedamaian di wajah ibunya dan ia bertanya, “Ibu, apa yang Ibu lakukan hari ini hingga membuat Ibu begitu gembira?” Ibunya menjawab, “Saya memakan Twinkies di taman dengan Tuhan.” Tetapi sebelum putranya merespon, ia menambahkan, “Kamu tahu, ia lebih muda dari yang saya perkirakan.”

Terlalu sering kita meremehkan kekuatan dari sentuhan, sebuah senyuman, kata-kata yang manis, telinga yang mendengar, sebuah pujian yang tulus, atau perhatian yang kecil, yang semuanya memiliki potensi untuk mengubah kehidupan menjadi berbalik. Orang-orang datang ke dalam kehidupan kita untuk sebuah alasan, sebuah musim waktu, atau seluruh masa hidup kita. Rangkullah semuanya!