Suatu ketika, ada sebuah pohon yang rindang. Di bawahnya, tampak dua orang yang sedang beristirahat. Rupanya, ada seorang pedagang bersama anaknya yang berteduh disana. Tampaknya mereka kelelahan sehabis berdagang di kota. Dengan menggelar sehelai tikar, duduklah mereka dibawah pohon yang besar itu. Angin semilir membuat sang pedagang mengantuk. Namun, tidak demikian dengan anaknya yang masih belia. "Ayah, aku ingin bertanya..." terdengar suara yang mengusik ambang sadar si pedagang. "Kapan aku besar, Ayah? Kapan aku bisa kuat seperti Ayah, dan bisa membawa dagangan kita ke kota?" "Sepertinya", lanjut sang bocah, "Aku tak akan bisa besar. Tubuhku ramping seperti Ibu, berbeda dengan Ayah yang tegap dan berbadan besar. Kupikir, aku tak akan sanggup memikul dagangan kita jika aku tetap seperti ini."
Jari tangannya tampak mengores-gores sesuatu di atas tanah. Lalu, ia kembali melanjutkan, "Bilakah aku bisa punya tubuh besar sepertimu, Ayah?" Sang Ayah yang awalnya mengantuk, kini tampak siaga. Diambilnya sebuah benih, di atas tanah yang sebelumnya di kais-kais oleh anaknya. Diangkatnya benih itu dengan ujung jari telunjuk. Benda itu terlihat seperti kacang yang kecil, dengan ukuran yang tak sebanding dengan tangan pedagang yang besar-besar. Kemudian, ia pun mulai berbicara.
"Nak, jangan pernah malu dengan tubuhmu yang kecil. Pandanglah pohon besar tempat kita berteduh ini. Tahukah kamu, batangnya yang kokoh ini, dulu berasal dari benih yang sekecil ini. Dahan, ranting dan daunnya, juga berasal dari benih yang Ayah pegang ini. Akar-akarnya yang tampak menonjol, juga dari benih ini. Dan kalau kamu menggali tanah ini, ketahuilah, sulur-sulur akarnya yang menerobos tanah, juga berasal dari tempat yang sama." Diperhatikannya wajah sang anak yg tampak tertegun. "Ketahuilah Nak, benih ini menyimpan segalanya. Benih ini menyimpan batang yang kokoh, dahan yang rindang, daun yang lebar, juga akar-akar yang kuat. Dan untuk menjadi sebesar pohon ini, ia hanya membutuhkan angin, air, dan cahaya matahari yg cukup. Namun jangan lupakan waktu yg membuatnya terus bertumbuh. Pada mereka semualah benih ini berterima kasih, karena telah melatihnya menjadi makhluk yang sabar." "Suatu saat nanti, kamu akan besar Nak. Jangan pernah takut untuk berharap menjadi besar, karena bisa jadi, itu hanya butuh ketekunan dan kesabaran."
Terlihat senyuman di wajah mereka. Lalu keduanya merebahkan diri, meluruskan pandangan ke langit lepas, membayangkan berjuta harapan dan impian dalam benak. Tak lama berselang, keduanya pun terlelap dalam tidur, melepaskan lelah mereka setelah seharian bekerja.
Jangan pernah merasa malu dengan segala keterbatasan. Jangan merasa sedih dengan ketidaksempurnaan. Karena Allah, menciptakan kita penuh dengan keistimewaan. Dan karena Allah, memang menyiapkan kita menjadi makhluk dengan berbagai kelebihan. Mungkin suatu ketika, kita pernah merasa kecil, tak mampu, tak berdaya dengan segala persoalan hidup. Kita mungkin sering bertanya-tanya, kapan kita menjadi besar, dan mampu menggapai semua impian, harapan dan keinginan yang ada dalam dada. Kita juga bisa jadi sering membayangkan, bilakah saatnya berhasil?
Kapankah saat itu akan datang? Anda adalah layaknya benih kecil itu. Benih yang menyimpan semua kekuatan dari batang yang kokoh, dahan yang kuat, serta daun-daun yang lebar. Dalam benih itu pula akar-akar yang keras dan menghujam itu berasal. Namun, akankah Allah membiarkan benih itu tumbuh besar, tanpa alpa dengan bantuan tiupan angin, derasnya air hujan, dan teriknya sinar matahari? Begitupun kita, akankah Allah membiarkan kita besar, berhasil, dan sukses, tanpa pernah merasakan ujian dan cobaan?
Akankah Allah lupa mengingatkan kita dengan hembusan angin "masalah", derasnya air "ujian" serta teriknya matahari "persoalan"? Tidak. Karena Allah Maha Tahu, bahwa setiap hamba-Nya akan menemukan jalan keberhasilan, maka Allah akan tak pernah lupa dengan itu semua. Jangan pernah berkecil hati. Semua keberhasilan dan dan kesuksesan itu telah ada dalam diri Anda.
Blog YESUS UNTUK SEMUA merupakan kumpulan dari ilustrasi yang dapat digunakan dalam berkhotbah dan kumpulan kesaksian hidup orang-orang percaya kepada Yesus
Rabu, 24 Maret 2010
DON’T EVER GIVE UP
Selalu ada 1001 alasan untuk menyerah, namun 'orang yang berhasil' adalah orang yang memutuskan untuk tidak menyerah. Dia selalu bisa menemukan sebuah alasan untuk tidak menyerah...
NANCY MATTHEWS EDISON (1810-1871)
Suatu hari, seorang bocah berusia 4 tahun, agak tuli dan bodoh di sekolah, pulang ke rumahnya membawa secarik kertas dari gurunya. ibunya membaca kertas tersebut, ' Tommy, anak ibu, sangat bodoh. Kami minta ibu untuk mengeluarkannya dari sekolah.'Sang ibu terhenyak membaca surat ini, namun ia segera membuat tekad yang teguh, ' anak saya Tommy, bukan anak bodoh. saya sendiri yang akan mendidik dan mengajar dia.'
Tommy bertumbuh menjadi Thomas Alva Edison, salah satu penemu terbesar di dunia. dia hanya bersekolah sekitar 3 bulan, dan secara fisik agak tuli, namun itu semua ternyata bukan penghalang untuk terus maju. Tak banyak orang mengenal siapa Nancy Mattews, namun bila kita mendengar nama Edison, kita langsung tahu bahwa dialah penemu paling berpengaruh dalam sejarah. Thomas Alva Edison menjadi seorang penemu dengan 1.093 paten penemuan atas namanya. siapa yang sebelumnya menyangka bahwa bocah tuli yang bodoh sampai' diminta keluar dari sekolah, akhirnya bisa menjadi seorang genius? jawabannya adalah ibunya! Ya, Nancy Edison, ibu dari Thomas Alva Edison, tidak menyerah begitu saja dengan pendapat pihak sekolah terhadap anaknya. Nancy yang memutuskan untuk menjadi guru pribadi bagi pendidikan Edison dirumah, telah menjadikan puteranya menjadi orang yang percaya bahwa dirinya berarti. Nancy yang memulihkan kepercayaan diri Edison , dan hal itu mungkin sangat berat baginya. namun ia tidak sekalipun membiarkan keterbatasan membuatnya berhenti.
POSITIVE MIND SET
Thomas Alfa Edison gagal--ratusan, bahkan ribuan kali gagal. Tetapi dia bukanlah orang yang mudah menyerah. Tiap kali gagal, dia bangkit dan mencoba lagi.
Ketika sekolah, dia gagal. Terlalu banyak berimajinasi dan duduk di belakang kelas, dia tak menggubris para guru yang mengajar.
Ketika mulai menjadi penemu, dia gagal. Ribuan bahan filamen harus dia coba-- ribuan kegagalan.
Ketika dia ditanya, mengapa begitu keras kepala, jawabannya: "Sukses saya baru datang ketika kegagalan telah habis.
dan uniknya, saat ia berhasil menemukan lampu yg menyala, namanya masuk dalamHEADLINE koran, yg bunyinya :
"Setelah 9.955 kali GAGAL menemukan lampu, akhirnya edison berhasil menemukan lampu yg menyala"
lucu nya, Edison MARAH dengan bunyi Headline tsb, ia mendatangi redaksi Koran tsb dan minta bunyi Headline nya diganti..
Akhirnya, besoknya koran itu mengganti headline nya menjadi :
"Setelah 9.955 kali BERHASIL menemukan lampu yg 'Gagal Menyala' , akhirnya Edison berhasil menemukan lampu yang menyala"
Hahaha.. ini namanya POSITIVE MIND SET..
Filipi 4:8 "Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu. "
NANCY MATTHEWS EDISON (1810-1871)
Suatu hari, seorang bocah berusia 4 tahun, agak tuli dan bodoh di sekolah, pulang ke rumahnya membawa secarik kertas dari gurunya. ibunya membaca kertas tersebut, ' Tommy, anak ibu, sangat bodoh. Kami minta ibu untuk mengeluarkannya dari sekolah.'Sang ibu terhenyak membaca surat ini, namun ia segera membuat tekad yang teguh, ' anak saya Tommy, bukan anak bodoh. saya sendiri yang akan mendidik dan mengajar dia.'
Tommy bertumbuh menjadi Thomas Alva Edison, salah satu penemu terbesar di dunia. dia hanya bersekolah sekitar 3 bulan, dan secara fisik agak tuli, namun itu semua ternyata bukan penghalang untuk terus maju. Tak banyak orang mengenal siapa Nancy Mattews, namun bila kita mendengar nama Edison, kita langsung tahu bahwa dialah penemu paling berpengaruh dalam sejarah. Thomas Alva Edison menjadi seorang penemu dengan 1.093 paten penemuan atas namanya. siapa yang sebelumnya menyangka bahwa bocah tuli yang bodoh sampai' diminta keluar dari sekolah, akhirnya bisa menjadi seorang genius? jawabannya adalah ibunya! Ya, Nancy Edison, ibu dari Thomas Alva Edison, tidak menyerah begitu saja dengan pendapat pihak sekolah terhadap anaknya. Nancy yang memutuskan untuk menjadi guru pribadi bagi pendidikan Edison dirumah, telah menjadikan puteranya menjadi orang yang percaya bahwa dirinya berarti. Nancy yang memulihkan kepercayaan diri Edison , dan hal itu mungkin sangat berat baginya. namun ia tidak sekalipun membiarkan keterbatasan membuatnya berhenti.
POSITIVE MIND SET
Thomas Alfa Edison gagal--ratusan, bahkan ribuan kali gagal. Tetapi dia bukanlah orang yang mudah menyerah. Tiap kali gagal, dia bangkit dan mencoba lagi.
Ketika sekolah, dia gagal. Terlalu banyak berimajinasi dan duduk di belakang kelas, dia tak menggubris para guru yang mengajar.
Ketika mulai menjadi penemu, dia gagal. Ribuan bahan filamen harus dia coba-- ribuan kegagalan.
Ketika dia ditanya, mengapa begitu keras kepala, jawabannya: "Sukses saya baru datang ketika kegagalan telah habis.
dan uniknya, saat ia berhasil menemukan lampu yg menyala, namanya masuk dalamHEADLINE koran, yg bunyinya :
"Setelah 9.955 kali GAGAL menemukan lampu, akhirnya edison berhasil menemukan lampu yg menyala"
lucu nya, Edison MARAH dengan bunyi Headline tsb, ia mendatangi redaksi Koran tsb dan minta bunyi Headline nya diganti..
Akhirnya, besoknya koran itu mengganti headline nya menjadi :
"Setelah 9.955 kali BERHASIL menemukan lampu yg 'Gagal Menyala' , akhirnya Edison berhasil menemukan lampu yang menyala"
Hahaha.. ini namanya POSITIVE MIND SET..
Filipi 4:8 "Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu. "
Jumat, 05 Maret 2010
Tuhan Turun Tangan
Di saat aku berkata "Aku lelah Tuhan.. aku sangat lelah untuk meneruskan perjalananku.. semua yang aku lakukan tidak pernah cukup, aku lelah dengan semua, aku tak sanggup.. tak mampu. Mengapa hal ini tidak pernah lalu dariku, mengapa perjuanganku sangat berat. Tapi aku mau menang Tuhan, aku mau tetap berjuang bersama-MU, aku mau sampai garis akhir. Sampai Kau bilang sudah selesai, semua sudah selesai."
Lalu Tuhan Yesus berkata: "Anak-Ku, sebenarnya beban yang kau pikul tak seberapa. Aku lebih lelah darimu, Aku harus melihat dan mendengar bahkan memperhatikan kamu. Semua keinginanmu dan kebutuhanmu, belum lagi temanmu, saudaramu. Bahkan kalau Kutuliskan di sini takkan cukup.
Tapi kau tahu anak-Ku, Aku melakukannya demi cinta-Ku padamu, tanpa paksaan. Aku melakukannya dengan sukacita, dengan penuh rasa syukur, karena Aku mencintaimu, sangat mencintaimu dengan segenap hidup-Ku. Aku bahkan mau dan rela mati untukmu. Itu tak mudah anak-KU, bahkan Aku sempat berkata pada Bapa-KU, 'Biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku.' Tapi Aku tahu kalau Aku tak mati untukmu, perjalanan-Ku belum selesai. Aku tahu itu tujuan hidup-Ku, supaya setiap kamu yang percaya pada-Ku selamat dan dapat hidup kekal.
Tenang anak-Ku, Aku tahu takkan mudah untukmu menjalani ini semua. Seringkali Kulihat kau terjatuh, kau menangis, kau berteriak pada-Ku. Aku mendengar setiap teriakanmu. Aku melihat setiap tetes air matamu. Aku menghargai perjuanganmu untuk selalu bangkit dari tiap kejatuhanmu. Aku menyayangimu anak-Ku. Kau sangat berharga buat-Ku.
Jangan biarkan dirimu menjadi lemah dan tak perduli, cobalah lebih keras lagi, berusahalah membuat-Ku tersenyum. Berjuanglah untuk mendapatkan mahkota kemuliaan yang telah Kusediakan. Aku sudah menyediakan tempat bagimu bersama-Ku. Aku selalu ada bersamamu, dalam tiap langkahmu, dalam tiap hembusan nafasmu, dalam tiap tetes air matamu, dalam tiap usahamu untuk bangkit. Lakukanlah dengan cinta anak-Ku, lakukanlah dengan penuh rasa syukur. Jangan takut, Aku ada dekatmu, selalu di dalam hatimu. Karena AKU MENCINTAIMU... Aku mencintaimu dengan segenap hati-Ku."
Lalu Ia tersenyum dan akupun tersenyum. "Thanks GOD. You are awesome. I love You too."
Lalu Tuhan Yesus berkata: "Anak-Ku, sebenarnya beban yang kau pikul tak seberapa. Aku lebih lelah darimu, Aku harus melihat dan mendengar bahkan memperhatikan kamu. Semua keinginanmu dan kebutuhanmu, belum lagi temanmu, saudaramu. Bahkan kalau Kutuliskan di sini takkan cukup.
Tapi kau tahu anak-Ku, Aku melakukannya demi cinta-Ku padamu, tanpa paksaan. Aku melakukannya dengan sukacita, dengan penuh rasa syukur, karena Aku mencintaimu, sangat mencintaimu dengan segenap hidup-Ku. Aku bahkan mau dan rela mati untukmu. Itu tak mudah anak-KU, bahkan Aku sempat berkata pada Bapa-KU, 'Biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku.' Tapi Aku tahu kalau Aku tak mati untukmu, perjalanan-Ku belum selesai. Aku tahu itu tujuan hidup-Ku, supaya setiap kamu yang percaya pada-Ku selamat dan dapat hidup kekal.
Tenang anak-Ku, Aku tahu takkan mudah untukmu menjalani ini semua. Seringkali Kulihat kau terjatuh, kau menangis, kau berteriak pada-Ku. Aku mendengar setiap teriakanmu. Aku melihat setiap tetes air matamu. Aku menghargai perjuanganmu untuk selalu bangkit dari tiap kejatuhanmu. Aku menyayangimu anak-Ku. Kau sangat berharga buat-Ku.
Jangan biarkan dirimu menjadi lemah dan tak perduli, cobalah lebih keras lagi, berusahalah membuat-Ku tersenyum. Berjuanglah untuk mendapatkan mahkota kemuliaan yang telah Kusediakan. Aku sudah menyediakan tempat bagimu bersama-Ku. Aku selalu ada bersamamu, dalam tiap langkahmu, dalam tiap hembusan nafasmu, dalam tiap tetes air matamu, dalam tiap usahamu untuk bangkit. Lakukanlah dengan cinta anak-Ku, lakukanlah dengan penuh rasa syukur. Jangan takut, Aku ada dekatmu, selalu di dalam hatimu. Karena AKU MENCINTAIMU... Aku mencintaimu dengan segenap hati-Ku."
Lalu Ia tersenyum dan akupun tersenyum. "Thanks GOD. You are awesome. I love You too."
BERSERAH
Di depan gerbang suatu jembatan di salah satu kota Eropa, duduklah seorang peminta-minta yang buta. Untuk mencari nafkahnya, ia setiap hari duduk disitu sambil memainkan biola nya yang sudah usang. Didepannya terletak kaleng kosong yang diharapkannya orang-orang yang lalu lalang merasa iba terhadapnya, dan melalui musik biola-nya, orang-orang akan memberinya sedikit uang. Begitulah pengemis miskin ini melakukan kebiasaannya setiap harinya.
Pada suatu hari, seseorang yang berpakaian sedikit rapi, berjubah panjang, datang menghampiri pengemis tadi dan meminta agar pengemis itu meminjamkan biola usangnya. Tentu saja dengan sigap pengemis itu menolak, dan berkata "Tidak!! Ini adalah hartaku yang paling mahal !".
Pendatang ini tidak putus asa, dan terus membujuk si pengemis agar mau meminjamkannya biola tersebut hanya untuk sebuah lagu. Sepertinya ada rasa kepercayaan pada pengemis buta itu, dan dengan perlahan ia memberikan biola tuanya kepada pendatang tersebut.
Pendatang tersebut mengambil biola tersebut, dan mulai memainkan sebuah lagu dengan begitu merdu. Suara biola yang begitu halus ditangan si pendatang membuat orang yang lalu lalang berhenti dan mereka mulai berkeliling mengelilingi si pendatang dan pengemis tersebut.
Begitu merdunya lagu dan bagusnya permainan biola si pendatang tersebut membuat semua orang terdiam, dan si pengemis buta ternganga tanpa dapat berkata-kata. Kaleng yang tadinya kosong kini telah penuh dengan uang dan lagu demi lagu telah dimainkan oleh si pendatang tersebut.
Akhirnya iapun harus menyelesaikan permainannya, dan sambil mengucapkan terimakasih, ia mengembalikan biola tersebut kepada si pengemis. Si pengemis sambil berurai air mata, dan dengan gemetar bertanya: "Siapakah anda orang budiman?". Si pendatang tersenyum dan dengan perlahan menyebutkan namanya "Paganini".
Ada sebuah jaminan berkat bagi siapa saja yang mau menyerahkan tenaganya, hartanya, talentanya, kepada sang 'Maestro' kita yaitu Kristus.
Pada suatu hari, seseorang yang berpakaian sedikit rapi, berjubah panjang, datang menghampiri pengemis tadi dan meminta agar pengemis itu meminjamkan biola usangnya. Tentu saja dengan sigap pengemis itu menolak, dan berkata "Tidak!! Ini adalah hartaku yang paling mahal !".
Pendatang ini tidak putus asa, dan terus membujuk si pengemis agar mau meminjamkannya biola tersebut hanya untuk sebuah lagu. Sepertinya ada rasa kepercayaan pada pengemis buta itu, dan dengan perlahan ia memberikan biola tuanya kepada pendatang tersebut.
Pendatang tersebut mengambil biola tersebut, dan mulai memainkan sebuah lagu dengan begitu merdu. Suara biola yang begitu halus ditangan si pendatang membuat orang yang lalu lalang berhenti dan mereka mulai berkeliling mengelilingi si pendatang dan pengemis tersebut.
Begitu merdunya lagu dan bagusnya permainan biola si pendatang tersebut membuat semua orang terdiam, dan si pengemis buta ternganga tanpa dapat berkata-kata. Kaleng yang tadinya kosong kini telah penuh dengan uang dan lagu demi lagu telah dimainkan oleh si pendatang tersebut.
Akhirnya iapun harus menyelesaikan permainannya, dan sambil mengucapkan terimakasih, ia mengembalikan biola tersebut kepada si pengemis. Si pengemis sambil berurai air mata, dan dengan gemetar bertanya: "Siapakah anda orang budiman?". Si pendatang tersenyum dan dengan perlahan menyebutkan namanya "Paganini".
Ada sebuah jaminan berkat bagi siapa saja yang mau menyerahkan tenaganya, hartanya, talentanya, kepada sang 'Maestro' kita yaitu Kristus.
Senin, 01 Maret 2010
CERMIN YANG TERLUPAKAN
Pada suatu ketika, sepasang suami istri, katakanlah nama mereka Smith, mengadakan 'garage sale' untuk menjual barang-barang bekas yang tidak mereka butuhkan lagi. Suami istri ini sudah setengah baya, dan anak-anak mereka telah meninggalkan rumah untuk hidup mandiri.
Sekarang waktunya untuk membenahi rumah, dan menjual barang-barang yang tidak dibutuhkan lagi.
Saat mengumpulkan barang-barang yang akan dijual, mereka menemukan benda-benda yang sudah sedemikian lama tersimpan di gudang. Salah satu di antaranya adalah sebuah cermin yang mereka dapatkan sebagai hadiah pernikahan mereka, dua puluh tahun yang lampau.
Sejak pertama kali diperoleh, cermin itu sama sekali tidak pernah digunakan. Bingkainya yang berwarna biru aqua membuat cermin itu tampak buruk, dan tidak cocok untuk diletakkan di ruangan mana pun di rumah mereka. Namun karena tidak ingin menyakiti orang yang menghadiahkannya, cermin itu tidak mereka kembalikan.
Demikianlah, cermin itu teronggok di loteng. Setelah dua puluh tahun berlalu, mereka berpikir orang yang memberikannya tentu sudah lupa dengan cermin itu. Maka mereka mengeluarkannya dari gudang, dan meletakkannya bersama dengan barang lain untuk dijual keesokan hari.
Garage sale mereka ternyata mendapat banyak peminat. Halaman rumah mereka penuh oleh orang-orang yang datang untuk melihat barang bekas yang mereka jual. Satu per satu barang bekas itu mulai terjual. Perabot rumah tangga, buku-buku, pakaian, alat berkebun, mainan anak-anak, bahkan radio tua yang sudah tidak berfungsi pun masih ada yang membeli.
Seorang lelaki menghampiri Mrs. Smith. "Berapa harga cermin itu?" katanya sambil menunjuk cermin tak terpakai tadi. Mrs. Smith tercengang. "Wah, saya sendiri tidak berharap akan menjual cermin itu. Apakah Anda sungguh ingin membelinya?" katanya.
"Ya, tentu saja. Kondisinya masih sangat bagus." jawab pria itu. Mrs. Smith tidak tahu berapa harga yang pantas untuk cermin jelek itu. Meskipun sangat mulus, namun baginya cermin itu tetaplah jelek dan tidak berharga.
Setelah berpikir sejenak, Mrs. Smith berkata, "Hmm ... anda bisa membeli cermin itu untuk satu dolar."
Dengan wajah berseri-seri, pria tadi mengeluarkan dompetnya, menarik selembar uang satu dolar dan memberikannya kepada Mrs. Smith.
"Terima kasih," kata Mrs. Smith, "Sekarang cermin itu jadi milik Anda. Apakah perlu dibungkus?"
"Oh, jika boleh, saya ingin memeriksanya sebelum saya bawa pulang." jawab si pembeli..
Mrs. Smith memberikan ijinnya, dan pria itu bergegas mengambil cerminnya dan meletakkannya di atas meja di depan Mrs. Smith. Dia mulai mengupas pinggiran bingkai cermin itu. Dengan satu tarikan dia melepaskan lapisan pelindungnya dan muncullah warna keemasan dari baliknya.
Bingkai cermin itu ternyata bercat emas yang sangat indah, dan warna biru aqua yang selama ini menutupinya hanyalah warna dari lapisan pelindung bingkai itu!
"Ya, tepat seperti yang saya duga! Terima kasih!" sorak pria itu dengan gembira. Mrs. Smith tidak bisa
berkata-kata menyaksikan cermin indah itu dibawa pergi oleh pemilik barunya, untuk mendapatkan tempat yang lebih pantas daripada loteng rumah yang sempit dan berdebu.
Kisah ini menggambarkan bagaimana kita melihat hidup kita. Terkadang kita merasa hidup kita membosankan, tidak seindah yang kita inginkan. Kita melihat hidup kita berupa rangkaian rutinitas yang harus kita jalani. Bangun pagi, pergi bekerja, pulang sore, tidur, bangun pagi, pergi bekerja, pulang sore, tidur. Itu saja yang kita jalani setiap hari.
Sama halnya dengan Mr. dan Mrs. Smith yang hanya melihat plastik pelapis dari bingkai cermin mereka, sehingga mereka merasa cermin itu jelek dan tidak cocok digantung di dinding. Padahal dibalik lapisan itu, ada warna emas yang indah.
Padahal di balik rutinitas hidup kita, ada banyak hal yang dapat memperkaya hidup kita.
Setiap saat yang kita lewati, hanya bisa kita alami satu kali seumur hidup kita. Setiap detik yang kita jalani, hanya berlaku satu kali dalam hidup kita. Setiap detik adalah pemberian baru dari Tuhan untuk kita.
Akankah kita menyia-nyiakannya dengan terpaku pada rutinitas?
Akankah kita membiarkan waktu berlalu dengan merasa hidup kita tidak seperti yang kita inginkan?
Setelah dua puluh tahun, dan setelah terlambat, barulah Mrs. Smith menyadari nilai sesungguhnya dari cermin tersebut. Inginkah kita menyadari keindahan hidup kita setelah segalanya terlambat? Tentu tidak.
Sebab itu, marilah kita mulai mengikis pandangan kita bahwa hidup hanyalah rutinitas belaka. Mari kita mulai mengelupas rutinitas tersebut dan menemukan nilai sesungguhnya dari hidup kita.
Sekarang waktunya untuk membenahi rumah, dan menjual barang-barang yang tidak dibutuhkan lagi.
Saat mengumpulkan barang-barang yang akan dijual, mereka menemukan benda-benda yang sudah sedemikian lama tersimpan di gudang. Salah satu di antaranya adalah sebuah cermin yang mereka dapatkan sebagai hadiah pernikahan mereka, dua puluh tahun yang lampau.
Sejak pertama kali diperoleh, cermin itu sama sekali tidak pernah digunakan. Bingkainya yang berwarna biru aqua membuat cermin itu tampak buruk, dan tidak cocok untuk diletakkan di ruangan mana pun di rumah mereka. Namun karena tidak ingin menyakiti orang yang menghadiahkannya, cermin itu tidak mereka kembalikan.
Demikianlah, cermin itu teronggok di loteng. Setelah dua puluh tahun berlalu, mereka berpikir orang yang memberikannya tentu sudah lupa dengan cermin itu. Maka mereka mengeluarkannya dari gudang, dan meletakkannya bersama dengan barang lain untuk dijual keesokan hari.
Garage sale mereka ternyata mendapat banyak peminat. Halaman rumah mereka penuh oleh orang-orang yang datang untuk melihat barang bekas yang mereka jual. Satu per satu barang bekas itu mulai terjual. Perabot rumah tangga, buku-buku, pakaian, alat berkebun, mainan anak-anak, bahkan radio tua yang sudah tidak berfungsi pun masih ada yang membeli.
Seorang lelaki menghampiri Mrs. Smith. "Berapa harga cermin itu?" katanya sambil menunjuk cermin tak terpakai tadi. Mrs. Smith tercengang. "Wah, saya sendiri tidak berharap akan menjual cermin itu. Apakah Anda sungguh ingin membelinya?" katanya.
"Ya, tentu saja. Kondisinya masih sangat bagus." jawab pria itu. Mrs. Smith tidak tahu berapa harga yang pantas untuk cermin jelek itu. Meskipun sangat mulus, namun baginya cermin itu tetaplah jelek dan tidak berharga.
Setelah berpikir sejenak, Mrs. Smith berkata, "Hmm ... anda bisa membeli cermin itu untuk satu dolar."
Dengan wajah berseri-seri, pria tadi mengeluarkan dompetnya, menarik selembar uang satu dolar dan memberikannya kepada Mrs. Smith.
"Terima kasih," kata Mrs. Smith, "Sekarang cermin itu jadi milik Anda. Apakah perlu dibungkus?"
"Oh, jika boleh, saya ingin memeriksanya sebelum saya bawa pulang." jawab si pembeli..
Mrs. Smith memberikan ijinnya, dan pria itu bergegas mengambil cerminnya dan meletakkannya di atas meja di depan Mrs. Smith. Dia mulai mengupas pinggiran bingkai cermin itu. Dengan satu tarikan dia melepaskan lapisan pelindungnya dan muncullah warna keemasan dari baliknya.
Bingkai cermin itu ternyata bercat emas yang sangat indah, dan warna biru aqua yang selama ini menutupinya hanyalah warna dari lapisan pelindung bingkai itu!
"Ya, tepat seperti yang saya duga! Terima kasih!" sorak pria itu dengan gembira. Mrs. Smith tidak bisa
berkata-kata menyaksikan cermin indah itu dibawa pergi oleh pemilik barunya, untuk mendapatkan tempat yang lebih pantas daripada loteng rumah yang sempit dan berdebu.
Kisah ini menggambarkan bagaimana kita melihat hidup kita. Terkadang kita merasa hidup kita membosankan, tidak seindah yang kita inginkan. Kita melihat hidup kita berupa rangkaian rutinitas yang harus kita jalani. Bangun pagi, pergi bekerja, pulang sore, tidur, bangun pagi, pergi bekerja, pulang sore, tidur. Itu saja yang kita jalani setiap hari.
Sama halnya dengan Mr. dan Mrs. Smith yang hanya melihat plastik pelapis dari bingkai cermin mereka, sehingga mereka merasa cermin itu jelek dan tidak cocok digantung di dinding. Padahal dibalik lapisan itu, ada warna emas yang indah.
Padahal di balik rutinitas hidup kita, ada banyak hal yang dapat memperkaya hidup kita.
Setiap saat yang kita lewati, hanya bisa kita alami satu kali seumur hidup kita. Setiap detik yang kita jalani, hanya berlaku satu kali dalam hidup kita. Setiap detik adalah pemberian baru dari Tuhan untuk kita.
Akankah kita menyia-nyiakannya dengan terpaku pada rutinitas?
Akankah kita membiarkan waktu berlalu dengan merasa hidup kita tidak seperti yang kita inginkan?
Setelah dua puluh tahun, dan setelah terlambat, barulah Mrs. Smith menyadari nilai sesungguhnya dari cermin tersebut. Inginkah kita menyadari keindahan hidup kita setelah segalanya terlambat? Tentu tidak.
Sebab itu, marilah kita mulai mengikis pandangan kita bahwa hidup hanyalah rutinitas belaka. Mari kita mulai mengelupas rutinitas tersebut dan menemukan nilai sesungguhnya dari hidup kita.
Duri
Sandra masuk ke dalam toko bunga dengan langkah berat. Ia sedang mengalami hal berat dalam kehidupannya. Ketika ia sedang hamil empat bulan pada kehamilannya yang kedua, sebuah kecelakaan mobil merengut nyawa janinnya.
Pada minggu "Thanksgiving" ini, ia mungkin akan melahirkan seorang putra jika kecelakaan itu tidak terjadi. Ia sangat sedih, benar-benar terpukul atas kejadian itu. Tetapi sepertinya kedukaan yang ia alami itu belumlah cukup. Perusahaan tempat suaminya bekerja, menugaskan suaminya untuk bekerja di bagian cabangnya di luar kota. Kemudian, adik perempuannya yang selalu berkunjung saat masa liburan datang, tiba-tiba menghubunginya karena ia tidak dapat berkunjung pada liburan kali ini.
Tidak cukup sampai di situ. Teman Sandra menasehatinya dengan mengatakan bahwa segala kedukaan yang ia alami adalah jalan Tuhan untuk mendewasakannya sehingga ia dapat bersikap lebih tenggang rasa terhadap penderitaan orang lain.
"Ia tidak tahu apa yang aku rasakan," pikir Sandra dengan lirih.
"Thanksgiving? Berterima kasih untuk apa?" pikirnya. Untuk supir truk yang ceroboh, yang menyerempet mobilnya dengan sangat keras? Untuk kantong udara penyelamat yang menyelamatkan hidupnya, tetapi mengambil hidup bayinya?
"Selamat siang, bisa saya bantu?" Secara tiba-tiba Sandra berhenti dari lamunannya.
"Aku... aku membutuhkan persiapan untuk Thanksgiving," jawab Sandra dengan gagap.
"Untuk Thanksgiving? Apakah kamu ingin suatu hal yang indah, tetapi sederhana, ataukah kamu ingin menghadirkan situasi yang berbeda seperti pilihan pelanggan di sini, yang kusebut sebagai 'Thanksgiving istimewa'?" tanya penjaga toko.
"Aku yakin bunga-bunga itu menceritakan sesuatu dalam kehidupanmu," lanjutnya.
"Apakah kamu mencari sesuatu yang bisa menyampaikan rasa terima kasihmu pada hari Thanksgiving ini?"
"Tidak juga!" celetuk Sandra. "Dalam lima bulan terakhir ini, semua yang terjadi benar-benar menjadi sangat buruk."
Sandra menyesali ucapannya tadi dan ia sangat terkejut ketika penjaga toko itu berkata, "Aku telah mempersiapkan sesuatu untukmu di hari Thanksgiving ini."
Pada saat itu, bel pintu toko berbunyi, dan penjaga toko menyalami seorang pelanggan yang baru saja masuk.
"Hai, Barbara... tunggu sebentar yah, aku ambilkan pesananmu."
Penjaga toko itu masuk ke dalam, menuju ruang kerjanya, kemudian muncul kembali sambil membawa berbagai macam persiapan untuk Thanksgiving, seperti tanaman hijau, pita-pita, dan tangkai bunga mawar duri yang panjang. Anehnya, hanya tangkainya saja, tidak ada bunganya.
"Mau dimasukkan ke dalam kotak?" tanya penjaga toko.
Sandra mengamati reaksi pelanggan itu. Apakah ini hanya lelucon? Siapa yang mau tangkai mawar tanpa bunganya! Ia menunggu seseorang tertawa, tetapi wanita itu tidak tertawa.
"Iya, tolong yah," jawab Barbara dengan tersenyum.
"Aku kira setelah tiga tahun mengalami Thanksgiving yang istimewa, aku tidak akan tersentuh dengan nilai dari Thanksgiving ini, tetapi aku bisa merasakannya di sini," Barbara berkata sambil menyentuh dadanya. Dan ia pergi dengan pesanannya.
"Uh," gumam Sandra, "wanita itu telah pergi dengan... uh, ia telah pergi tanpa bunga!"
"Baiklah," kata penjaga toko, "Aku akan memotong bunga ini dari tangkainya. Itulah Thanksgiving istimewa. Aku menyebutnya sebagai 'Karangan Bunga Berduri Thanksgiving'."
"Ayolah, kau tidak bisa menyebutkan siapa yang bersedia membayar untuk tangkai bunga seperti itu!" seru Sandra.
"Barbara datang ke toko ini tiga tahun yang lalu dengan perasaan yang sama seperti yang kau alami sekarang ini," si penjaga toko menjelaskan.
"Ia berpikir tidak perlu banyak berterima kasih kepada Tuhan. Ia telah kehilangan ayahnya karena penyakit kanker, bisnis keluarganya juga sedang buruk, putranya terlibat dalam masalah obat-obatan, dan ia tengah menghadapi operasi pembedahan yang sangat serius."
"Pada tahun yang sama, aku kehilangan suamiku," lanjut si penjaga toko, "Dan untuk pertama kalinya dalam kehidupanku, aku menghabiskan liburan sendirian. Aku tidak memiliki anak, suami, kerabat dekat, dan memiliki banyak utang."
"Jadi apa yang kau lakukan?" tanya Sandra.
"Aku belajar untuk berterima kasih atas segala penderitaanku," jawab penjaga toko itu dengan pelan.
"Dulu aku selalu bersyukur kepada Tuhan atas segala hal yang baik dalam kehidupanku dan tidak pernah mempertanyakan mengapa hal yang terbaik terjadi kepadaku. Tetapi, ketika hal yang buruk menimpaku, aku mempertanyakan berbagai pertanyaan kepada Tuhan, aku menyalahkan Tuhan, aku marah kepada Tuhan! Aku membutuhkan waktu lama untuk mengerti dan mempelajari bahwa saat-saat sulit dan penuh penderitaan sangatlah penting. Saat kita menderita itulah, kita memperoleh kekuatan. Aku selalu terlena dengan ‘bunga' kehidupanku, tetapi ternyata ‘duri' kehidupankulah yang memperlihatkan kepadaku keindahan dari anugerah Tuhan. Kau tahu, dalam Alkitab tertulis bahwa Tuhan selalu menghibur kita ketika kita menderita. Tuhan memberikan kepada kita kekuatan, dan dari penghiburanNya lah kita belajar untuk menghibur orang lain."
Sandra mulai berpikir tentang perkataan temannya yang mencoba untuk menghiburnya. "Aku rasa yang benar adalah aku tidak perlu dihibur. Aku telah kehilangan bayiku dan aku marah terhadap Tuhan."
Pada saat itu juga seseorang masuk ke dalam toko.
"Hey, Phil!" teriak penjaga toko kepada seorang pria botak bertubuh gemuk.
"Istriku memintaku untuk mengambil pesanan Thanksgiving istimewa. Dua belas tangkai duri!" canda Phil ketika si penjaga toko menyerahkan sebuah bungkusan persiapan Thanksgiving.
"Semuanya itu untuk istrimu?" tanya Sandra ragu.
"Apakah kau keberatan jika aku bertanya mengapa ia menginginkan sesuatu seperti itu pada hari Thanksgiving?"
"Tidak... bahkan aku sangat senang kau bertanya," jawab Phil.
"Empat tahun lalu, aku dan istriku hampir bercerai. Setelah empat puluh tahun, kami berada dalam keadaan yang kacau. Tetapi dengan kasih Tuhan dan bimbinganNya, kami berhasil mengatasi masalah demi masalah. Tuhan telah menyelamatkan pernikahan kami. Jenny inilah (sang penjaga toko) yang mengatakan kepadaku bahwa ia menyimpan vas bunga yang berisikan tangkai bunga mawar untuk mengingatkan kepadanya apa yang ia pelajari dari saat-saat 'berduri' dalam kehidupannya, dan itu sangat menolongku. Aku membawa beberapa tangkai bunga mawar ke rumah. Lalu aku dan istriku memutuskan untuk menamai setiap tangkai bunga dengan masalah yang kami hadapi. Kami berusaha untuk mengerti maksud dari masalah itu, dan ternyata ‘duri-duri' yang kami alami itu benar-benar memberikan kekuatan kepada kami. Kami berterima kasih kepada Tuhan atas pelajaran dari masalah itu."
Setelah Phil membayar penjaga toko itu, ia berkata kepada Sandra, "Aku sangat menyarankan agar kau mengambil yang 'istimewa'"
"Aku tidak mengetahui apakah aku bisa bersyukur atas ‘duri' kehidupanku," kata Sandra. "Semua ‘duri' itu masih sangat baru."
"Baiklah," jawab penjaga toko itu dengan hati-hati.
"Pengalamanku telah menunjukkan kepadaku bahwa ‘duri' dalam kehidupan kita telah membuat ‘bunga-bunga' kehidupan kita lebih berharga. Kita menyimpan anugerah Tuhan lebih baik selama kita berada dalam masalah dibandingkan dengan saat-saat lain. Ingat, karena mahkota duri yang Yesus kenakanlah sehingga kita dapat mengalami kasihNya. Jangan menyesali ‘duri-duri' kehidupanmu. ‘Duri-duri' kehidupanmu itulah yang membentukmu dan memberimu kekuatan."
Air mata mengalir deras di pipi Sandra. Untuk pertama kalinya sejak kecelakaan itu, ia menghilangkan duka dan penyesalannya.
"Aku akan mengambil dua belas tangkai bunga berduri, tolong yah...." ia berkata sambil terisak-isak.
"Baiklah, aku akan menyiapkan mereka dalam beberapa menit," jawab penjaga toko itu dengan ramah.
"Terima kasih. Berapa semua biayanya?"
"Tidak ada. Tidak ada, yang ada hanya sebuah janji bahwa kau akan mengijinkan Tuhan untuk menyembuhkan hatimu. Biarkan aku membelikanmu barang persiapan untuk Thanksgiving istimewa pertamamu."
Penjaga toko itu tersenyum dan menyerahkan sebuah kartu kepada Sandra. "Aku selipkan kartu ini dalam barang-barang persiapan Thanksgiving, tetapi mungkin kau ingin membacanya terlebih dahulu."
Di dalam kartu itu tertulis: "Tuhanku, aku belum pernah bersyukur kepadaMu untuk semua ‘duri'ku. Aku berterima kasih kepadaMu atas segala bunga kehidupan yang kuterima, tetapi belum pernah sekalipun aku berterima kasih untuk penderitaanku. Ajarilah aku untuk menanggung beban salibku dengan tabah, ajarilah aku untuk menghargai nilai yang terkandung dari setiap penderitaan atau ‘duri' yang kuhadapi. Tunjukkanlah kepadaku, bahwa lewat jalan yang sulit, menderita, dan jalan yang penuh dengan kerikil, setiap hari aku semakin bertambah dekat denganMu. Tunjukkanlah kepadaku, ya Tuhan, lewat air mataku, warna pelangiMu yang sangat indah."
Pada minggu "Thanksgiving" ini, ia mungkin akan melahirkan seorang putra jika kecelakaan itu tidak terjadi. Ia sangat sedih, benar-benar terpukul atas kejadian itu. Tetapi sepertinya kedukaan yang ia alami itu belumlah cukup. Perusahaan tempat suaminya bekerja, menugaskan suaminya untuk bekerja di bagian cabangnya di luar kota. Kemudian, adik perempuannya yang selalu berkunjung saat masa liburan datang, tiba-tiba menghubunginya karena ia tidak dapat berkunjung pada liburan kali ini.
Tidak cukup sampai di situ. Teman Sandra menasehatinya dengan mengatakan bahwa segala kedukaan yang ia alami adalah jalan Tuhan untuk mendewasakannya sehingga ia dapat bersikap lebih tenggang rasa terhadap penderitaan orang lain.
"Ia tidak tahu apa yang aku rasakan," pikir Sandra dengan lirih.
"Thanksgiving? Berterima kasih untuk apa?" pikirnya. Untuk supir truk yang ceroboh, yang menyerempet mobilnya dengan sangat keras? Untuk kantong udara penyelamat yang menyelamatkan hidupnya, tetapi mengambil hidup bayinya?
"Selamat siang, bisa saya bantu?" Secara tiba-tiba Sandra berhenti dari lamunannya.
"Aku... aku membutuhkan persiapan untuk Thanksgiving," jawab Sandra dengan gagap.
"Untuk Thanksgiving? Apakah kamu ingin suatu hal yang indah, tetapi sederhana, ataukah kamu ingin menghadirkan situasi yang berbeda seperti pilihan pelanggan di sini, yang kusebut sebagai 'Thanksgiving istimewa'?" tanya penjaga toko.
"Aku yakin bunga-bunga itu menceritakan sesuatu dalam kehidupanmu," lanjutnya.
"Apakah kamu mencari sesuatu yang bisa menyampaikan rasa terima kasihmu pada hari Thanksgiving ini?"
"Tidak juga!" celetuk Sandra. "Dalam lima bulan terakhir ini, semua yang terjadi benar-benar menjadi sangat buruk."
Sandra menyesali ucapannya tadi dan ia sangat terkejut ketika penjaga toko itu berkata, "Aku telah mempersiapkan sesuatu untukmu di hari Thanksgiving ini."
Pada saat itu, bel pintu toko berbunyi, dan penjaga toko menyalami seorang pelanggan yang baru saja masuk.
"Hai, Barbara... tunggu sebentar yah, aku ambilkan pesananmu."
Penjaga toko itu masuk ke dalam, menuju ruang kerjanya, kemudian muncul kembali sambil membawa berbagai macam persiapan untuk Thanksgiving, seperti tanaman hijau, pita-pita, dan tangkai bunga mawar duri yang panjang. Anehnya, hanya tangkainya saja, tidak ada bunganya.
"Mau dimasukkan ke dalam kotak?" tanya penjaga toko.
Sandra mengamati reaksi pelanggan itu. Apakah ini hanya lelucon? Siapa yang mau tangkai mawar tanpa bunganya! Ia menunggu seseorang tertawa, tetapi wanita itu tidak tertawa.
"Iya, tolong yah," jawab Barbara dengan tersenyum.
"Aku kira setelah tiga tahun mengalami Thanksgiving yang istimewa, aku tidak akan tersentuh dengan nilai dari Thanksgiving ini, tetapi aku bisa merasakannya di sini," Barbara berkata sambil menyentuh dadanya. Dan ia pergi dengan pesanannya.
"Uh," gumam Sandra, "wanita itu telah pergi dengan... uh, ia telah pergi tanpa bunga!"
"Baiklah," kata penjaga toko, "Aku akan memotong bunga ini dari tangkainya. Itulah Thanksgiving istimewa. Aku menyebutnya sebagai 'Karangan Bunga Berduri Thanksgiving'."
"Ayolah, kau tidak bisa menyebutkan siapa yang bersedia membayar untuk tangkai bunga seperti itu!" seru Sandra.
"Barbara datang ke toko ini tiga tahun yang lalu dengan perasaan yang sama seperti yang kau alami sekarang ini," si penjaga toko menjelaskan.
"Ia berpikir tidak perlu banyak berterima kasih kepada Tuhan. Ia telah kehilangan ayahnya karena penyakit kanker, bisnis keluarganya juga sedang buruk, putranya terlibat dalam masalah obat-obatan, dan ia tengah menghadapi operasi pembedahan yang sangat serius."
"Pada tahun yang sama, aku kehilangan suamiku," lanjut si penjaga toko, "Dan untuk pertama kalinya dalam kehidupanku, aku menghabiskan liburan sendirian. Aku tidak memiliki anak, suami, kerabat dekat, dan memiliki banyak utang."
"Jadi apa yang kau lakukan?" tanya Sandra.
"Aku belajar untuk berterima kasih atas segala penderitaanku," jawab penjaga toko itu dengan pelan.
"Dulu aku selalu bersyukur kepada Tuhan atas segala hal yang baik dalam kehidupanku dan tidak pernah mempertanyakan mengapa hal yang terbaik terjadi kepadaku. Tetapi, ketika hal yang buruk menimpaku, aku mempertanyakan berbagai pertanyaan kepada Tuhan, aku menyalahkan Tuhan, aku marah kepada Tuhan! Aku membutuhkan waktu lama untuk mengerti dan mempelajari bahwa saat-saat sulit dan penuh penderitaan sangatlah penting. Saat kita menderita itulah, kita memperoleh kekuatan. Aku selalu terlena dengan ‘bunga' kehidupanku, tetapi ternyata ‘duri' kehidupankulah yang memperlihatkan kepadaku keindahan dari anugerah Tuhan. Kau tahu, dalam Alkitab tertulis bahwa Tuhan selalu menghibur kita ketika kita menderita. Tuhan memberikan kepada kita kekuatan, dan dari penghiburanNya lah kita belajar untuk menghibur orang lain."
Sandra mulai berpikir tentang perkataan temannya yang mencoba untuk menghiburnya. "Aku rasa yang benar adalah aku tidak perlu dihibur. Aku telah kehilangan bayiku dan aku marah terhadap Tuhan."
Pada saat itu juga seseorang masuk ke dalam toko.
"Hey, Phil!" teriak penjaga toko kepada seorang pria botak bertubuh gemuk.
"Istriku memintaku untuk mengambil pesanan Thanksgiving istimewa. Dua belas tangkai duri!" canda Phil ketika si penjaga toko menyerahkan sebuah bungkusan persiapan Thanksgiving.
"Semuanya itu untuk istrimu?" tanya Sandra ragu.
"Apakah kau keberatan jika aku bertanya mengapa ia menginginkan sesuatu seperti itu pada hari Thanksgiving?"
"Tidak... bahkan aku sangat senang kau bertanya," jawab Phil.
"Empat tahun lalu, aku dan istriku hampir bercerai. Setelah empat puluh tahun, kami berada dalam keadaan yang kacau. Tetapi dengan kasih Tuhan dan bimbinganNya, kami berhasil mengatasi masalah demi masalah. Tuhan telah menyelamatkan pernikahan kami. Jenny inilah (sang penjaga toko) yang mengatakan kepadaku bahwa ia menyimpan vas bunga yang berisikan tangkai bunga mawar untuk mengingatkan kepadanya apa yang ia pelajari dari saat-saat 'berduri' dalam kehidupannya, dan itu sangat menolongku. Aku membawa beberapa tangkai bunga mawar ke rumah. Lalu aku dan istriku memutuskan untuk menamai setiap tangkai bunga dengan masalah yang kami hadapi. Kami berusaha untuk mengerti maksud dari masalah itu, dan ternyata ‘duri-duri' yang kami alami itu benar-benar memberikan kekuatan kepada kami. Kami berterima kasih kepada Tuhan atas pelajaran dari masalah itu."
Setelah Phil membayar penjaga toko itu, ia berkata kepada Sandra, "Aku sangat menyarankan agar kau mengambil yang 'istimewa'"
"Aku tidak mengetahui apakah aku bisa bersyukur atas ‘duri' kehidupanku," kata Sandra. "Semua ‘duri' itu masih sangat baru."
"Baiklah," jawab penjaga toko itu dengan hati-hati.
"Pengalamanku telah menunjukkan kepadaku bahwa ‘duri' dalam kehidupan kita telah membuat ‘bunga-bunga' kehidupan kita lebih berharga. Kita menyimpan anugerah Tuhan lebih baik selama kita berada dalam masalah dibandingkan dengan saat-saat lain. Ingat, karena mahkota duri yang Yesus kenakanlah sehingga kita dapat mengalami kasihNya. Jangan menyesali ‘duri-duri' kehidupanmu. ‘Duri-duri' kehidupanmu itulah yang membentukmu dan memberimu kekuatan."
Air mata mengalir deras di pipi Sandra. Untuk pertama kalinya sejak kecelakaan itu, ia menghilangkan duka dan penyesalannya.
"Aku akan mengambil dua belas tangkai bunga berduri, tolong yah...." ia berkata sambil terisak-isak.
"Baiklah, aku akan menyiapkan mereka dalam beberapa menit," jawab penjaga toko itu dengan ramah.
"Terima kasih. Berapa semua biayanya?"
"Tidak ada. Tidak ada, yang ada hanya sebuah janji bahwa kau akan mengijinkan Tuhan untuk menyembuhkan hatimu. Biarkan aku membelikanmu barang persiapan untuk Thanksgiving istimewa pertamamu."
Penjaga toko itu tersenyum dan menyerahkan sebuah kartu kepada Sandra. "Aku selipkan kartu ini dalam barang-barang persiapan Thanksgiving, tetapi mungkin kau ingin membacanya terlebih dahulu."
Di dalam kartu itu tertulis: "Tuhanku, aku belum pernah bersyukur kepadaMu untuk semua ‘duri'ku. Aku berterima kasih kepadaMu atas segala bunga kehidupan yang kuterima, tetapi belum pernah sekalipun aku berterima kasih untuk penderitaanku. Ajarilah aku untuk menanggung beban salibku dengan tabah, ajarilah aku untuk menghargai nilai yang terkandung dari setiap penderitaan atau ‘duri' yang kuhadapi. Tunjukkanlah kepadaku, bahwa lewat jalan yang sulit, menderita, dan jalan yang penuh dengan kerikil, setiap hari aku semakin bertambah dekat denganMu. Tunjukkanlah kepadaku, ya Tuhan, lewat air mataku, warna pelangiMu yang sangat indah."
Langganan:
Postingan (Atom)